Minggu, 18 September 2016

Teks Sejarah: Arung Palakka


Sumber: Google Gambar

Nama Arung Palakka yang dikenal sebagai pangeran dan pejuang kemerdekaan Kerajaan Bone tetap harum sampai sekarang ini. Akan tetapi, sejarah buruk yang menyatakan bahwa Arung Palakka berkoalisi dengan VOC untuk menjatuhkan Kerajaan Gowa membuat namanya menjadi busuk bagi sebagaian masyarakat khususnya masyarakat etnis Makassar. Arung Palakka dikenal sebagai tokoh yang kontroversial dengan kedua sisinya yang berbeda. Di satu sisi dianggap sebagai pahlawan, dan di sisi lainnya malah dianggap sebagai pengkhianat.
Rasa siri na pecce’ yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Bone termasuk Arung Palakka menjadi sebab utama Raja Bone ke-15 tersebut melakukan perlawanan terhadap Kerajaan Gowa. Sebagai pemimpin Bone, Arung Palakka tidak menerima perlakuan bangsawan Gowa yang menindas rakyat Bone dalam hal perbudakan.
Penerapan kerja paksa untuk membangun benteng di perkebunan daerah Makassar membuat rasa siri atau harga diri masyarakat Bone lebih-lebih Arung Palakka terinjak-injak. Apalagi saat kebijakan kerja paksa tersebut dilimpahkan kepada para bangsawan Bone, sehingga mereka diharuskan ikut kerja paksa. Sehingga Arung Palakka kemudian melarikan orang-orang Bugis dari kerja paksa tersebut dengan bantuan Tobala yang ternyata merupakan pemimpin dari Bone yang ditunjuk untuk mengurusi budak Bone.
Raja Bone yang bergelar La Tenritatta To Unru To-ri SompaE Petta MalampeE Gemme'na Daeng Serang To' Appatunru Paduka Sultan Sa'adduddin tersebut yang merasa dijajah oleh Kerajaan Gowa, akhirnya meminta bantuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Gowa. Namun sebelum ke Jawa untuk memperoleh bantuan VOC, Arung Palakka terlebih dahulu menuju ke Buton untuk merenungi diri dan mencari strategi.
Ketika pasukan Gowa mencari Arung Palakka hingga ke Buton, Raja Buton ke-10 yang waktu itu bernama La Sombata atau lebih masyhur dengan Sultan Aidul Rahiem berseumpah bawha mereka tidak menyembunyikan Arung Palakka di atas pulau mereka. “Apabila kami berbohong, kami rela pulau ini ditutupi oleh air,” kurang lebih demikian bunyi dari sumpah Sultan Buton.
Ternyata sumpah yang tercetus tersebut hanyalah silat lidah dari Sultan Buton. Meski demikian, hal tersebut dianggap sumpah yang sah karena Sultan Buton tidak menyembunyikan Arung Palakka di atas daratan tanah kekuasaannya, akan tetapi di antara ceruk-ceruk sekitar pantai yang menurut pendapat orang Buton bukanlah sebuah daratan. Berkat tindakan yang dilakukan oleh Sultan Buton tersebut, Arung Palakka lolos dari pencarian pasukan Gowa.
Setelah mendapat bantuan VOC, maka pada 24 November 1666, Arung Palakka berlayar dari Batavia menuju Sombaopu dengan kekuatan tempur 21 kapal perang, bersama 1000 orang pasukan gabungan yang terdiri dari 600 tentara Belanda, dan 400 orang laskar Arung Palakka.
Armada tersebut dipimpin oleh Laksamana Cornrlis Speelman dengan kapal induk bernama Thertolen. Mereka tiba di pelabuhan Sombaopu pada 19 Desember 1666. Setibanya mereka di sana, Speelman mengutus seorang diantara mereka untuk menamui Sultan Hasanuddin demi meminta ganti rugi atas tenggelamnya sebuah kapal Belanda beserta 15 awak kapalnya yang mati oleh orang-orang Makassar di dekat pulau Doang-doangan beberapa bulan sebelumnya.
Melalui utusannya, Laksamana Speelman meminta kepada Sultan Hasanuddin untuk menyerahkan semua orang-orang Makassar yang terlibat dalam insiden tersebut. Namun Sultan Hasanuddin menolak dan hanya mengirimkan uang emas sebanyak 1056 buah sebagai tebusan orang-orang Belanda yang tewas dan 1435 ringgit perak untuk kapal De Leeuwinnw yang ditenggelamkan di sekitar pulau Doang-doangan. Akan tetapi Speelman menolak itu semua.
Semua yang Sultan Hasanuddin serahkan kepada pihak Laksamana Speelman itu tidak memberikan pengaruh sama sekali. Speelman bersama Arung Palakka sudah membulatkan tekad untuk memporak-porandakan kerajaan Gowa bersama rajanya, Sultan Hasanuddin. Maka pada 21 Desember 1666 Laksamana Speelman maupun Arung Palakka memerintahkan untuk menaikkan bendera perang di atas kapal sebagai tanda perang besar kepada kerajaan Gowa segera dimulai.
Pihak gabungan VOC dan Arung Palakka kemudian menembaki benteng Sombaopu dengan tembakan meriam. Pasukan pengawal benteng Sombaopu juga membalas dengan tembakan meriam yang diarahkan ke kapal perang Belanda. Setelah itu, barulah kapal Belanda menyusuri pantai selatan sampai ke Bantaeng yang dijaga oleh 4000 orang pasukan Gowa dibawah pimpinan Karaeng Tulolo yang merupakan saudara Sultan Hasanuddin.
Pada 25 Desember 1666, armada Speelman tiba di pelabuhan Bantaeng dan melakukan pendaratan. Di sana terjadi pertempuran yang dahsyat antara pasukan gabungan Arung Palakka dan Speelman melawan pasukan Gowa. Dalam perang tersebut, Arung Palakka mendapat luka-luka yang membuat raja Bone tersebut marah sehingga terpaksa membakar kota dan seluruh kampung di pesisir pantai serta membakar pula sebanyak 100 buah perahu yang sedang memuat beras di pelabuhan Bantaeng. Pasukan Karaeng Tulolo kewalahan menghadapi pihak Arung Palakka-Speelman sehingga tidak dapat bertahan lama dan harus kembali ke Gowa. Peristiwa tersebut merupakan bagian dari Perang Makassar 1666-1669.

Terlepas dari segala image buruk dari Arung Palakka, Raja Bone tersebut tetap saja menjadi salah satu tokoh yang berpengaruh pada zamannya. Bukti kekuasaan pemimpin Bone tersebut terpajang pada patung yang berdiri kokoh di tengah kota Watampone Kabupaten Bone yang juga menjadi simbol semangat pejuang-pejuang Bugis masa lampau.

Sumber: Google Gambar



Sumber:
Wikipedia


http://telukbone.or.id/arung-palakka-jagoan-bugis-yang-menggetarkan-tanah-jawa/.html

Rabu, 14 September 2016

Puisi Perdana: Daun Padi

Embun berbulir menyentuh, menyesap, meruang waktu.

Aku berjalan di sisinya. Coba mengukir jauh. Jarak antara malah merapat. Aku berdoa.

Aku mohon cahaya. Uapkan selaksa bening. Sayang. Selarik kuminta memantulkan cahaya indah berjuta warna. Sudah. Aku tak bisa. Warna itu melukaiku.

Aku pinta air. Berpadu saja dengannya. Sayang. Aku cemburu. Menoreh luka lagi. Luka yang sudah kuplester.

Aku harap api. Makan saja ia. Hangus lenyapkan. Sayang lagi. Aku butuh ia. Aku hidup dengan ia.

Aku pintal batas tak berbatas. Sempadan selapis tipis. Tidak sayang. Itu meranum buah. Meski sakit yang lebih. Tak apa. Di balik batas jernih. Aku awas. Aku lihat. Aku tahu. Aku rasa. Walau berjarak.

Tak apa. Pemilik alam merestui. Aku. Daun padi pecinta embun.


Jumat, 02 September 2016

Kemuliaan dan Amalan di Bulan Dzulhijjah

Marhaban ya Dzulhijjah!
            Alhamdulilah, amat patut kita syukuri, hari ini merupakan akhir dari bulan Dzulqo’dah yang berarti akan dilanjutkan dengan bulan Dzulhijjah. Untuk lebih jelasnya, mari lihat kalender Hijriah berikut.

Berdasarkan kalender Hijriah-Masehi tersebut, 1 Dzulhijjah jatuh pada tanggal 2 Sept 2016, yaitu setelah matahari tenggelam. Perlu diketahui nih, hari baru pada penanggalan Hijriah itu dimulai pada tenggelamnya matahari. Misalnya, hari ini hari Senin, terus pas nanti udah Magrib (matahari tenggelam) berarti hari telah berganti Selasa. Berbeda dengan hari pada penggalan Masehi yang dimulai pada terbitnya matahari.
Lalu apa istimewanya sih bulan Dzulhijjah? Kan sama saja dengan berakhirnya bulan Agustus terus berlanjut ke bulan September di kalender Masehi, sama saja kan? Cuma perpindahan bulan?
            Hei! Jangan salah. Bulan Dzulhijjah merupakan bulan yang dimuliakan oleh Tuhan Semesta Alah, Allah Swt. Di dalam bulan Dzulhijjah ada banyak keutamaan yang disajikan Allah untuk kita. Lantas kenapa sih Bulan Dzulhijjah disebut bulan yang mulia? Berikut penjelasannya.
1.      Bulan yang Termasuk dalam Bulan Haram
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits berikut:
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)
Bulan Dzulhijjah termasuk di dalam bulan yang diharamkan Allah. Yaitu diharamkan untuk berperang pada bulan itu maupun berbuat maksiat yang lain. Kata haram disini dapat juga dimaknakan dengan mulia, suci, agung, atau penghormatan sebagaimana penyematan kata haram pada Masjidil Haram. Untuk itu, yuk maksimalkan kebaikan di bulan Dzulhijjah dan menjauhi kemaksiatan. Perang untuk jihad fi sabilillah saja diharamkan dilakukan di bulan Dzulhijjah, apalagi hal yang memang benar-benar membawa dosa.

2.      Allah Bersumpah Pada 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
Sumpah Allah mengenai bulan Dzulhijjah terdapat di surah Al-Fajr ayat 2, demi malam yang sepuluh. Malam yang dimaksud dalam ayat tersebut ialah malam 10 terakhir Ramadhan,  ada pula yang mengatakan 10 yang pertama dari Muharram. Dan tentu ada pula yang mengatakan 10 malam pertama Dzulhijjah. Bulan Dzulhijjah termasuk dalam penafsiran ayat tersebut. Perlu kita ketahui, jika Allah bersumpah pada ciptaannya, maka ciptaan itu mempunyai keistimewaan. Maka barang tentulah bulan Dzulhijjah mempunyai keistimewaan yang setara dengan 10 malam terakhir Ramadhan atau bahkan lebih (penulis tidak tahu pastinya).

3.      Merupakan Hari-Hari yang Khusus untuk Berdzikir
Sahabat Rasulullah, salah satunya Abu Hurairah, semenjak masuk 1 Dzulhijjah beliau ke pasar sambil melafalkan dzikir Allahuakbar secara berjamaah bersama sahabat-sahabat lainnya. Namun khusus untuk kita, kita dapat melakukannya secara individual dan tanpa perlu dilisankan. Misalnya saja saat kita berjalan menuju masjid, mengendarai kendaraan, atau mungkin juga di jeda-jeda istirahat kita dapat berdzikir dalam hati.

4.      Di Dalam Dzulhijjah Terdapat Hari-Hari Istimewa
Hari istimewa pertama yang terdapat di bulan Dzulhijjah ialah Hari Arafah yang jatuh pada 9 Dzulhijjah. Di hari ini kita dianjurkun berpuasa bagi yang tidak berhaji/umroh. Sementara untuk yang berhaji/umroh diharamkan untuk  berpuasa pada hari tersebut karena akan mengganggu prosesi ibadah haji/umroh. Adapaun pahala yang didapat jika kita berpuasa Arafah ialah dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Masya Allah, dengan puasa satu hari aja dapat ngehapus dosa dua tahun. So, mari amalkan.
Hari teristimewa kedua ialah Hari Raya Idul Adha yang jatuh setelah Hari Arafah, 10 Dzulhijjah. Di hari ini kita akan menggelar shalat sunnah Idul Adha di tempat lapang seperti jalan, lapangan ataupun masjid. Di hari ini kita dilarang untuk melaksanakan puasa. Dan anturan mainnya sebelum shalat Id adalah tidak boleh makan, kalau sudah shalat baru boleh puas-puasin makan. Shalat hari raya ini masuk kedalam hukum sunnah yang sangat dianjurkan. Jadi, bagi yang udah baligh jangan lupa shalat Idul Adhanya yah!
Hari selanjutnya sebenarnya dapat berlangsung juga di Hari Raya Idul Adha, yaitu hari berkurban. Hari ini berlangsung selama empat hari, yaitu 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Bagi Muslim/Muslimah yang mampu, dapat berkurban di hari-hari yang telah disebutkan tersebut. Namun, lebih afdol kalau dikerjakan di 10 Dzulhijjah. Dan karena hari-hari itu kita bergembira dengan berkurban, selama pelaksanaan hari berkurban tersebut, umat Islam dilarang berpuasa (hari Tasryk). Sungguh, Maha Besar Allah atas segala skenario-Nya.

Nah, itulah beberapa alasan mengapa bulan Dzulhijjah disebut sebagai bulan yang mulia. Dan rasanya, kurang klop deh kalo bulan istimewa tersebut tidak kita gunakan dengan maksimal. Apalagi bulan Dzulhijjah kan hanya hadir setahun sekali. So, berikut amalan-amalan yang dapat dilakukan selama bulan Dzulhijjah.

1.      Haji dan Umroh (bagi yang mampu aja yah)
2.     Berpuasa, puasa yang dimaksud ialah puasa pada 1 Dzulhijjah (yang insya Allah besok, Sabtu, 3 Sept 2016) sampai tanggal 9 Dzulhijjah atau hari Arafah. Namun jika berat melaksanakan selama itu, maka boleh pada hari Arafah saja.
3.    Sering-sering berdoa. Ingat yah, doa adalah ibadah yang perfect menurut penulis. Bayangin, kalo doa kita terkabul kita kan senang, kalo gak terkabul yah gak usah khawatir, doa yang tidak terkabul itu, insyah Allah akan menjadi hujjah di akhirat nanti yang dapat menjadi penolong kita.
4.      Perbanyak shalat sunnah. Ada banyak shalat sunnah. Shalat sunnah Rawatib, Duha, Witir, Tahajjud dapat kita lakukan. Dan yang pernah saya dengar, khusus untuk shalat rawatib sebelum Shubuh, lebih baik dari bumi dan seisinya. Jadi, jangan malas-malas shalat sunnahnya.
5.    Memperbanyak dzikir. Kita dapat bertakbir, bertahmid, bertasbih dan lain sebagainya. Perlu ditahu nih, dzikir ini adalah ibadah yang paling mudah dan murah. Kita dapat melakukannya dimana saja dan tanpa biaya alias gratis. Terus gimana kalo kita sedang di WC. Dzikir dibolehkan dalam keadaan tersebut jika dilakukan dalam hati. Gampang kan?
6.  Sedekah. Penulis punya program nih untuk kalian yang mau ngejalanin nih ibadah. Kita dapat melakukan sedekah ini dengan mencicilnya. Misalnya sehari 500 atau 1000 rupiah perhari, tapi itu harus konsisten yah. Ingat yah, Allah lebih suka yang sedikit namun konsisten pengerjaannya. Sedekah yang jarang dan banyak tidak sebanding deh dengan yang sedikit tapi konsisten.
7.      Berkurban. Nah, ibadah inilah yang cukup identik dengan bulan Dzulhijjah. Buat kalian-kalian yang akan berkurban, jangan memotong kuku dan rambut dulu yah sebelum kurban dilaksanakan. Hal tersebut adalah perintah sekaligus larangan Allah. Kedua kegiatan itu sebaiknya dilakukan setelah berkurban.


Nah, itulah tadi kemuliaan dan amalan yang dapat dilakukan selama bulan Dzulhijjah. Sekedar informasi saja yah, informasi ini tidak murni berasal dari diri penulis pribadi, melainkan dari Guru dan Ustadz saya, teman-teman dan blog-blog lain (terutama blog Riyadhul Quran: http://riyadhulquran.com/keutamaan-4-bulan-haram-dzulqadah-dzulhijjah-muharram-dan-rajab/ yang saya copas hadistnya). Semoga bermanfaat yah.

Minggu, 07 Agustus 2016

Konflik Sosial di Indonesia 2016

Akhir-akhir ini terjadi beberapa konflik sosial yang cukup meretakkan persatuan dan kesatuan bangsa. Banyak timbul karena masih kurangnya rasa saling menghargai dan toleransi antarsesama. Apalagi yang menyangkut SARA (Suku Agama Ras Antargolongan). Tapi tidak ada gunanya untuk menyesali kejadian yang terlanjur terjadi. Malah sepatutnya kita harus belajar dari kejadian yang telah lalu itu. Mari mengambil pelajaran berharga dari konflik yang terjadi, agar dapat meminimalisir potensi terjadinya lagi konflik serupa. Berikut beberapa konflik sosial yang baru-baru terjadi beserta pesan yang moga-moga berguna. No Konflik!

Konflik SARA di Tanjungbalai Pecah
Karena Suara Azan, 2016


          Gambar di atas adalah hasil dari konflik anarkis yang terjadi di Tanjungbalai, Asahan, Sumatera Utara. Konflik bernuansa SARA ini bermula dari seorang wantita keturunan Tionghoa M (41) yang mengajukan protes pada takmir masjid untuk mengecilkan volume suara azan di masjid Al-Makhsum, karena merasa terganggu. Teguran tersebut katanya telah dilayangkan beberapa kali.
            Beberapa waktu kemudian datang takmir masjid bersama jamaah mendatangi M di rumahnya, Jalan Karya, Tanjungbalai, pada Jum’at 29 Juli 2016. Namun, aksi tersebut berhasil dicegah, dan kumpulan massa berangsur pulang.
            Namun, karena terprovokasi postingan media sosial, massa tersebut kembali datang ke rumah M untuk menghancurkan dan membakar rumah tersebut. Beruntung, aksi itu gagal karena dicegah warga komplek setempat. Tak puas, ratusan warga kemudian mendatangi Vihara dan Klenteng lalu melampiaskan kemarahan mereka dengan membakar tempat ibadah tersebut. Konflik berunjung pada terbakarnya 2 Vihara dan 5 Klenteng.
PESAN:
Kita sebagai rakyat Indonesia yang kaya dengan segala perbedaan, hendaknya saling menghargai satu sama lain. Jangan malah membuat provokasi yang dapat menimbulkan perpecahan antarumat beragama. Kita juga harus mengambil sikap yang tidak mudah terprovokasi atas sesuatu yang tidak jelas.
Konflik Karo, 2016


            Gambar di atas adalah refleksi dari konflik di Karo. Kerusuhan terjadi karena rencana pembangunan tempat relokasi mandiri untuk 1.683 kepala keluarga korban erupsi Gunung Sinabung di Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat, Karo, Sumatera Utara, mendapat penolakan masyarakat setempat. Konflik terjadi pada Jum’at 29 Juli 2016.
            Pihak pengembang mengatakan telah beberapa kali mengadakan pendekatan, namun upaya itu gagal. Penolakan pun berakhir pada konflik yang menewaskan satu orang dan satu orang luka parah.
PESAN:
Konflik di atas menunjukkan kurangnya keharmonisan dan toleransi antarmakhluk sosial. Sebagai manusia dengan perbedaan yang beragam, sangat diperlukan sifat tolenrasi yang tinggi. Jika memang terjadi pertentangan, harusnya diselesaikan dengan musyawarah. Bukan malah mengokohkan arumentasi masing-masing lantas menyerang jika argumen ditolak.





Konflik di Mimika, 2016


            Gambar di atas merupakan sebagian kecil dari peristiwa konflik di Mimika. Sebenarnya konflik di Mimika sudah dimulai sejak 24 Mei 2016. Bentrok antar warga tersebut pecah di Jalan Budi Utomo, Kota Timika. Kejadian tersebut diduga karena buntut dari kasus pemukulan yang terjadi pada dua anak laki-laki asal Toraja beberapa hari sebelumnya di Jalan Busiri Ujung.
            Dalam bentrok tersebut, dua unit rumah warga dibakar ditambah satu unit sepeda motor, bahkan dua orang warga dikabarkan mengalami luka. Massa dari salah satu kelompok pemuda lebih dulu merengsek ke Jalan Budi Utomo dan berkumpul di depan Bank BRI. Massa sempat terlibat adu mulut dengan petugas kepolisian yang sedang berjaga di situ. Aksi ini sempat membuat lalulintas macet total.
            Dan akhir-akhir ini, 25 Juli 2016, konflik ini kembali menyala. Dan lebih parah lagi, kerusuhan ini menghasilkan korban yang lebih banyak. Dari hasil pengecekan sementara, tercatat 17 rumah terbakar, 13 orang luka-luka dan 2 orang tewas.
PESAN:

Daerah Mimika memang rawan dengan konflik. Tapi hal itu tidak menjadi alasan satu-satunya konflik terjadi di Mimika. Perlu adanya komunikasi, interaksi, dan keharmonisan yang baik di Mimika, toleransinya juga harus ditingkatkan. Maka hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan Mimika untuk membangun sifat-sifat anti konflik tersebut.



Demikian tadi beberapa contoh konflik sosial di Indonesia pada tahun 2016. Harapannya, postingan ini dapat lebih membuat kita peduli dengan sesama sehingga secara tidak langsung kita berpartisipasi menanggulangi konflik sosial.


Rabu, 27 Juli 2016

Manusia Praktis

Sumber Gambar: Google
Perkenalkan namanya Darmo, orang terkaya di kota sekaligus di negeri ini. Ia seorang pria muda pencipta alat-alat canggih. Bisa dibilang kami cukup akrab. Bukan karena kami satu sekolah dulu dari SD-SMA. Bukan juga karena kami dulu satu PTN sekaligus Fakultas yang sama. Bukan pula karena kemarin lusa sampai sekarang kami satu gedung kantor. Bukan juga pula karena kami tetanggaan, bahkan rumahnya di samping kiri rumahku. Entah, semua itu terjadi begitu saja.
Di negara yang memang sudah maju banget ini, kata praktis terlampau berhambur dimana-mana. Berseliweran kanan dan kiri mencari pelanggan, atau bisa juga di bilang korban ke-praktisan. Yah memang, praktis itu bisa bikin hidup lebih efisien waktu. Tidak butuh waktu lama, jadi bisa melakukan hal poli dengan cepat pula. Sesuatu itulah yang dapat ku simpulkan, merupakan bahan pupuk dari tanaman kesuksesan Darmo. Sahabat masa kecilku.

Orangnya ramah. Amanah. Perhatian. Suka berbagi. Murah senyum. Adil. Tidak pandang bulu. Tidak sombong dan pastinya suka menabung. Ah, pokoknya baik. Namun satu kata itulah yang benar-benar menjangkiti orang super-duper baik itu. Praktis. Hidupnya serba praktis. Mau ini-itu, pilihnya praktis. Beli ini-itu, tak perlu lihat barang, yang penting praktis. Jalan sini-jalan situ, maunya kendaraan praktis. Baju kaos-baju kemeja, pilihannya praktis;kaos berkerah. Tetapi sahabat praktisku ini memberikan pelajaran yang sangat berharga. Meski dia yang ku jadikan materi pelajaran itu.
Tampaknya seru bila kuceritakan tabiat harian kolega praktisku itu.

Subuh hari.

Darmo orangnya suka beribadah. Ia bangun tepat jam 04.55. Bangun sendiri. Belum beristri. Katanya kalau sudah punya istri bikin repot, banyak waktu yang terbuang cuma untuk dengar celoteh ringan wanita. Kalian tahu kan wanita? Memang demikian tabiatnya. Lantas mengapa? Hal itulah yang membuat seorang perempuan bertambah anggun. Apalagi kalau tujuannya untuk menghibur suami. Ah, jadi ingat dengan istriku di surga sana. Aduh kenapa malah menjalar ceritanya. Oke-oke.
Setelah bangun, ia bergegas berjalan dua langkah menuju toilet, berwudhu. Dua langkah? Yah. Ia sengaja menempatkan ranjang persis dua langkah dari WC. Katanya praktis, biar tidak buang tenaga dan waktu. Persis tiga menit ia selesai berwudhu. Kok cepat banget? Sesudah itu ia memasang sarung. Bukan sarung sebenarnya, tapi celana sarung. Bentuknya seperti sarung, namun pakainya seperti pakai celana. Praktis banget kan? Ia sholat di rumah, tidak ke masjid. Padahal masjid komplek kami berada betul satu rumah dari rumahnya, samping kanan rumahku. Yah, sekali lagi biar praktis.

Pagi hari.

Selesai sholat. Ia segera mandi dalan kurun waktu lima menit. Hanya beda dua menit ketika berwudhu. Hah? Beneran mandi itu? Bahkan sampai di kantor, sabun muka masih melekat tebal di dagu atau pelipisnya. Aku menegurnya berkali-kali, ia hanya nyengir, lantas mengambil tisu mengelapnya.

Di mejanya sudah tersedia makanan cepat saji, entah itu gorengan, ayam KFC, PizzaHut, McDonald dan lain sebagainya. Ia memesannya tadi dalam perjalanan. Nah di perjalanan itulah tingkahnya sangat ekstrim. Di negara yang terpatri dalam peringkat ke-empat se-dunia sebagai negara terpadat, merupakan hal biasa bila jalanan macet berlebih. Sebagai orang terkaya, mengalahkan presiden serta pejabat-pejabat lain. Mudah bagi dia membeli helikopter beserta membangun tapak tilasnya. Tepat di atas rumahnya yang sengaja dibuat datar, terdapat helikopter biru bergaris merah (ia menyuruh orang untuk mengecatnya). Juga di atas kantor terdapat landasan darat itu. Butuh biaya berapa itu? Darmo tak peduli, yang penting praktiskan? Ah! Praktisnya, ia lebih suka praktis daripada uang.

Terus siapa yang mengemudi heli itu? Mana mungkin dia. Tentu ia mempunyai sopir pribadi. Seorang mantan prajurit perang Amerika. Ia rela pensiun demi menjadi pengendara pribadi untuk bosnya Darmo dengan gaji yang amat menjulang. Nah, saat perjalanan di situlah Darmo mulai melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. Sebagai professor muda yang berbakat, ia punya koneksi langsung dengan komputer kerjanya melalui iPhone. Bukan masalah yang rumit.

Sesampainya di tempat landasan, ia segera trun. Sepatu kantor tiba-tiba saja berubah jadi sepatu roda. Dilengkapi dengan remote control. Ia cukup mengkombinasikan pencetan tombol agar sepatu berjalan gesit. Sesampai di ujung tangga, gesit pula roda sepatu itu berganti pegas elastis. Satu lompatan sudah cukup untuk sampai di ujung tangga. Di ujung tangga dengan perintah remote tadi, seketika sepatu roda itu menjelma sepatu kantor kembali. Sungguh alat yang canggih. Dan satu hal, ia tidak pernah mau mempublikasikan alat super-duper canggih itu. Privasi unggulnya, hanya ia yang boleh jadi manusia praktis.

Di kantor sampai malam.

Ia mulai bekerja pagi hari dengan mulut mencomot makanan praktis itu. Jarinya mulai mengetik sesuatu di laptop canggihnya. Di situlah ia mulai benar-benar sibuk. Matanya tak pernah berkhianat, fokus terus. Bahkan telinganya sengaja di berikan penutup telinga anti suara. Gelombang suara gempa bumi pun tak dapat terdengar. Banyak sekali yang harus ia urus melalui layar datar itu. Banyak sekali hubungan-hubungan kerjanya. Seluruh kota besar di Indonesia tampaknya tak boleh lepas dari orang bertubuh pendek itu. Bisa runtuh segala perekonomian kota-kota itu. Ia selesai bekerja tepat jam delapan malam.

Saat pulang.

Saat pulang inilah ia berani mengorbankan waktunya sepersekian seperempat setengah jam. Ia senang aku ajak bicara sambil berjalan naik menuju tapak tilas helikopter. Setiap pulang kerja aku selalu nebeng heli-nya. Dia yang memaksaku. Yah aku menurut saja. Di heli itu aku merasakan sebagian kecil dari kehidupan praktisnya. Tapi aku tak doyan. Lebih baik hidup sederhana seperti manusia pada umumnya.

Pada waktu ajaib itulah aku selalu menasehatinya tentang kehidupan praktisnya.

“Ah Bung. Sepertinya tidak baik kalau kau hidup dalam gelimang praktis terus. Cobalah untuk hidup seperti saudara-saudaramu yang lain. Atau minimal sepertiku.” Tegurku suatu saat dalam suara masih kecil. Ia tak bergeming. Suaraku sepadan dengan deru baling-baling helikopter. Aku mengulanginya lagi, lebih keras, dan lebih keras lagi melebihi cepatnya gelombang transversal baling heli itu. Ia mendengar, lantas menangguk tersenyum siput.

“Tak apa kawan. Aku ingat betul pesan ayahku dulu. Kalau ingin sukses, yah tidak boleh lambat-lambat. Lagi pula aku senang dengan hidupku ini. Buat apa coba meninggalkan hidup yang sudah disenangi?” ia berkata pasti. Merasa sangat bangga dengan hidupnya. Sekali lagi aku memakluminya.
Tiba di landasan atap rumah, aku bergegas turun. Tidak mengajaknya mengobrol kecil sekadar pamit. Aku tahu ia sudah tertidur pulas di sampingku. Ia sudah memberi pesan pada Smith (nama pengendara heli itu) untuk memencet tombol merah pada kursi duduk Darmo. Kursi itu juga ciptaannya. Setelah dipencet, kursi itu bakal bekerja seperti robot. Membawa tubuh Darmo yang sudah pulas ke ranjangnya, entah bagaimana caranya. Untuk kesekian kalinya, ia seorang pencipta alat canggih untuk pribadi.

Begitulah hidupnya berulang-terus menerus. Tak ada bersantai, tak ada main bola, tak ada bercengkrama tak berguna, tak ada kesempatan mencari pendamping. Lah bagaimana bisa menikah? Entah. Kadang aku berfikir begitu bosannya hidup seperti dia. Ah, tampaknya aku dan kalian harus bersyukur dengan hidup yang sederhana. Tergantung dari kalian membuat hidup sederhana itu menyenangkan.

***

Kesimpulan mencengangkan; ternyata praktis dapat pula mem-praktiskan hidup seseorang. Cepat tepat mengirim undangan pada malaikat maut.

Selama seminggu ia sakit berat. Ototnya lemah, tak pernah digunakan untuk olahraga. Usus dan lambungnya menghitam ulah makanan cepat saji. Bahkan lambungnya robek. Makanan yang masuk keluar begitu saja melalui robekan itu, menghantam organ-organ dalam yang lain. Mengerikan. Terjadi pembengkakan pada telinga bagian dalam, terkontaminasi oleh earphone anti suara itu. Wajahnya bengkak-bengkak, bekas garukan karena gatal akibat sabun muka yang saban hari menempel tebal. Membuat kulitnya iritasi. Bagitu menyedihkan melihatnya sewaktu menjenguk.

“Adhim.... aku baru tahu sekarang” Darmo terbatuk, amat pedih terdengar, “kamu benar Dhim, kamu benar, amat benar” ia menangis sedan, menyesal atas segala perangainya selama ini.

“Sudahlah Mo, sudah terlanjur. Lebih baik kamu banyak berdoa untuk kesembuhanmu. Kan rencananya kamu ingin melamar Sarah” aku berkata menyemangati, menepuk pelan bahunya, berharap ia dapat tegar. Sarah adalah wanita yang ingin dia lamar, tak sengaja mereka bertemu via e-mail. Melihat foto online Sarah, Darmo jadi terpikat. Ia berusaha menjadi pria yang tidak praktis lagi. Tapi sudah terlambat. Badannya keburu memburuk, di remukkan belenggu-belenggu ke-praktisan. Menyedihkan.

“Itulah masalahnya kawan, sangat susah untuk memperoleh kata sembuh untukku. Kamu sudah lihatkan hasil pengamatan kesehatanku? Hampir semua organ dalamku rusak. Bisa dibilang persen untukku hidup hanya 20%” ia mengeluh dalam, membuat lubang menganga lebar yang siap menerima dan mengubur harapan-harapan akan Sarah. Mataku ikut berkaca.

“Jangan begitu, kamu tidak boleh ngomong seperti itu” mataku semakin panas. Kaca di mataku mulai ingin meleleh.

“Dhim, aku minta tolong” ia terdiam, menelan ludah yang amat pahit, “Kamu orang yang baik, maka itulah aku mohon, hok-hok!” ia batuk kembali.

“Apa Mo?” kaca itu mulai meleleh, meluruhkan bening-bening air mata.

“Nasihatkan kepada seluruh orang kamu sayangi untuk tidak sepertiku, dan....” ia berhenti, “dan... dan kalau kamu bisa” ia terdiam lagi, “kalau kamu bisa.... nikahi Sarah” Darmo melanjutkan, menyematkan tanda tanya besar dalam hatiku.


Kamis, 19 Mei 2016

Cerpen: Guardianteli (Pesan Jaga Pohon)

Google
Dunia benar-benar kacau selama dua puluh tahun terakhir ini. Jika dilihat dari Planet Mars maka tak ada lagi sepetak hijau yang melekat. Biru menguasai Bumi. Dua puluh tahun silam es mencair serentak, Kutub Utara dan Kutub Selatan berkolerasi, air laut pasang, menenggelamkan daratan, hanya tersisa secerca hijau yang masih pula menyisakan kehidupan bagiku dan penduduk Bumi lain yang masih bertahan.
Di Bumi sekarang ini terbagi tiga golongan besar manusia. Manusia pelindung, perusak dan manusia tak acuh yang hanya menggantungkan hidup pada nasib. Apa yang kami lindungi, rusaki atau bahkan ditak acuhkan saja? Adalah secerca hijua itu, pohon Tree Of Life. Aku adalah kaum pelindung pohon agung itu.
Bersama dengan kawanku sesama pelindung, kami tinggal tepat melingkari pulau yang disinggah akari oleh Tree Of Life, Pohon Kehidupan. Rumah-rumah sekarang kurang lebih dapat disebut ‘Rumah Perahu’ karena mengapung dengan anggun di lautan luas. Tanah subur benar-benar raib, tak ada tempat untuk mematoki tiang pusar rumah. Sekarang malah lautan menjadi tak beraturan karena ulah perusak dan penduduk tak acuh yang hanya mementingkan kehidupan pribadi.
Tree Of Life adalah satu-satunya penghasil oksigen di muka Bumi ini. Khusus dipersembahkan untuk kami para warga Bumi. Benar-benar Pohon yang telah diberkahi oleh Tuhan. Tapi entah mengapa Si Perusak itu malah ingin menghancurkan sumber esensial itu, bukannya mereka juga akan mati nantinya jika pohon itu tumbang tak menghasilkan oksigen? Entah dimana mereka menyimpan otak.
Tapi semua itu tak apa, aku bangga dengan gelarku yang selalu disebut bersama namaku, Guardianteli. Singkatan dari Guardian Of ‘Tree Of Life’, Penjaga Pohon Kehidupan. Sedang namaku sendiri berasal dari bahasa Arab, kata dasar Ard berarti Bumi. Jadi kurang lebih sempurna namaku bermakna Bumi Penjaga Pohon Kehidupan. Bumi sendirilah yang harusnya melindungi semua pohon-pohon hijau terdahulu, namun manusia lebih rakus lagi menghancurkan Bumi. Sekarang tinggalah aku Si Bumi kedua, Ardan Guardianteli.
***
Tugas kami para Guardianteli adalah menjaga Tree Of Life dengan rapi. Tak pernah boleh terjadi pertempuran di pulau kecil itu. Satu daun muda yang jatuh, maka menghilangkan satu hektare oksigen di bumi. Maka jika kaum Perusak menyerang, maka kami harus memancing mereka menjauh dari pohon. Pertempuran kami lakukan di bawah laut. Kehancuran Bumi membuat kami berevolusi dapat bernapas lebih lama dalam air.
            Dua hari kedepan adalah hari yang kami damba, adalah hari dimana Bumi telah mengalami 21 tahun dalam fase kerusakan fatal. Saat itulah bibit Tree Of Life yang pertama akan tumbuh, membawa harum semerbak serta harapan yang menumpuk. Bibit itu kemudian akan kami jatuhkan tepat pada titik khatulistiwa, dan akan tumbuh menjadi pulau yang baru bersama Tree Of Life yang kedua. Jadilah Bumi ini akan mendapat mahkota kedua. Begitulah yang akan terus diwarisi generasi kami, menunggu selama 21 tahun untuk memperoleh bibit baru, sampai bumi dipenuhi hijau kembali, benar-benar perjuangan.
            “Hei! Itu kaum Perusak!” Ramiro berteriak keras, membuyarkan hayalanku tentang dua hari kedepan. Ia menunjuk sebelah timur samudra, terlihat buram mereka melaju kencang dengan perahu inovasi kami yang telah mereka curi. Semakin terlihat jelas wujud mereka, tiga perahu besar. Dua perahu berbendera merah, dan satunya lagi... apa maksud Kaum Tak Acuh berbendera putih itu?
Tanpa pikir panjang, tangan kami sudah mencekal papan kayu, tombak, parang, panah, bahkan pistol bawah air yang siap menembus hati sempit mereka. Beberapa kawan lain juga sudah membimbing perahu untuk berlayar. Dengan gagah, Mento mengibarkan kain hijau. Kami siap bertugas.
Deburan ombak menjawab semangat kami, suara mesin ramah lingkungan terdengar ramah, namun tak seramah ketika bertempur melindungi pusat kehidupan yang mulai sekarat. Kami harus cepat, jarak kami dari pulau inti harus sekitar satu kilometer, tak boleh satupun bahan kimia yang boleh mencolek Tree Of Life. Rentan sekali.
Pertempuran sengit terjadi begitu saja, tanpa naskah ataupun latihan. Segera kuceburkan diriku ke dalam air, sementara yang lain bertahan beberapa menit untuk menghalau serangan, kemudian menyusul selam. Belum satu menit terbelenggu air, kaum perusak juga menyeruak permukaan air. Mereka mulai menembaki kami dengan peluru timah yang asal saja, karang-karang berhamburan, ikan-ikan melarikan diri mencari tempat lindung, benar-benar menjengkelkan mereka. Daratan sudah hancur, apa mereka juga hendak membinasakan laut? Mataku berapi, serasa hawa laut memanas. Kugerakkan kakiku dengan cepat arah vertikal, aku menjemput peluru mereka, meliuk bagai duyung, menghindar, tangan kanan memegang tombak, kuhempas tongkat mata runcing dengan beringas, tepat mengenai perut Marvent, putra Ketua Kaum Perusak.
“Bagus Guardianteli! Lakukan terus! Masih banyak dari mereka” Kapten Terre berteriak menyemangati, sudah jatuh tujuh musuh. Benar-benar sukses pertempuran kali ini. Betapa tidak, sisa dua hari lagi puncak kehidupan akan bertambah tinggi. Bibit Tree Of Life. Tak akan kami biarkan harapan itu hancur. Semakin ganas kami menyerbu, peluru-peluru mereka ditembak ganas pula, namun kami lebih terlatih, liak sana-liuk sini, mudah kami menghindar, lantas bila target sudah mengempuk, segera kami tikam, tembak atau sekadar memukul.
“Kau sudah tak bisa apa-apa lagi Tuan Perusak” ancam Kapten Terre pada Ibil, ketua Kaum Perusak. Ibil tak takut, malah sekarang tersenyum sinis di atas perahu. Ia tertawa bahak, sangat gembira terdengar.
“Dimana urat rasa kalian? Tak merasakan napas kalian tersenggal sekarang?” ia menyembur pertanyaan aneh, meski memang napas kami susah terkontrol, “Dan juga tak sadar dengan raibnya kapal Kaum Tak Acuh?” ia melanjutkan.
Kami seperti tersetrum, baru menyadari keganjilan yang kami hiraukan. Kemana gerangan kapal bendera putih itu? Lalu mengapa napas kami terengah-engah seperti ini? Entah, Ibil benar-benar menanam pohon tanya pada kami.
Tree Of  Life kalian akan binasa!” Ibil bersuara tiba-tiba, segera membuncahkan rasa takut.
“Tidak mungkin!” teriak Kapten.
“Dasar bodoh, kalian pikir buat apa kami menyerang tembak saja tidak menombak atau minimal berenang ke arah kalian untuk memukul?” Ia diam, menunggu reaksi, “Kami mengulur waktu kalian. Sekarang Kaum Tak acuh dungu itu mungkin sudah setengah kerja, menyisakan setengah diameter batang Tree Of  Life. Tinggal beberapa menit lagi pohon itu akan tumbang menghanguskan oksigen kalian.”
“Ah! Diam kau!” teriakku sambil membidik jantungnya, tombakku telak menembus jantungnya. Aku tersenyum jemawa melihatnya kesakitan memegang tombak yang sudah tertancap. Namun bukan darah yang mengalir keluar, kepulan asab yang bermunculan. Ia kembali tertawa, tertawa yang menjengkelkan. Dengan mudah ia menarik tombak, membuat kepulan asap bertambah pekat. Sedetik asap hilang menyisakan dada kiri yang masih utuh, hanya baju yang sobek. Kami terperangah, sihir macam apa yang dianut Ibil ini?
“Sudah kuduga sejak lama, kau adalah Iblis terkutuk!” Kapten Terre berucap pasti. Yang diteriaki memasang wajah bangga.
“Maksud Kapten?” aku memecah balon tanya. Kapten Terre tak menjawab, tetap menatap marah Ibil yang dianggapnya Iblis.
“Tak ada waktu para Pelindung! Segera kembali ke pusat Tree Of Life! Tak ada gunanya mengurusi Iblis bertubuh manusia itu” Kapten segera berbalik badan mengunyah daun kering Pohon Kehidupan. Itu pertanda kondisi darurat. Daun  kering itu sangat langka, hanya jatuh setiap satu tahun sekali dan hanya boleh digunakan pada keadaan terpaksa. Kami ikut mengunyah daun kering. Segera badan kami dipenuhi stamina. Kupijakkn kakiku pada permukaan air, lantas tanganku cepat ku ayun ke belakang seperti hendak berlari. Maka melesatlah tubuhku seperti mengendarai ski air. Begitulah salah satu kekuatan daun kering itu, membuat kami dapat berjalan dan melesat cepat di atas air.
“Sebenarnya apa yang  terjadi Kapten?” aku berhasil menyamakan posisi dengan Kapten Terre.
“Kau tau Ardan? Sudah sejak lama aku menduga kedok Ibil itu. Tidak mungkin manusia berakal ingin menghancurkan Pohon yang menyediakan mereka oksigen,” Kapten terdiam sejenak,” karena Ibil bukan manusia, dia Raja Iblis Khatulistiwa. Raja dari segala raja Iblis di dunia paceklik. Selama hidup ia terus meracuni pikiran manusia, terutama manusia Tak Acuh. Sebenarnya dulu tidak ada golongan penghancur, namun berkat ulah Ibil beserta bala tentaranya ia mencipta partai baru, Kaum Penghancur. Kaum itu adalah himpunan manusia tak acuh yang sudah menghitam hatinya, tak menyisakan titik putih karena racun goda yang sudah berlumur.”
“Lalu mengapa Ibil tidak menggoda kita saja?” aku mendaftar pertanyaan kedua.
“Karena kita adalah Guardianteli, kaum yang dekat dengan Pohon Suci yang diberkahi. Ibil tak dapat meracuni kita atau bahkan untuk sekadar meneteskan racun itu, tubuh kita otomatis melindungi. Kau pasti tidak pernah melihat Ibil mendekati kita dengan jarak satu meter bukan? Karena ia akan merasa panas bila berada lebih dekat dengan para Pelindung, bila kau memeluknya maka seutuh tubuhnya akan terbakar. Dan kau bisa lihat sediri, saat kita berbalik ia tidak mengerjar ” aku tekesiap, memang Ibil tak mengejar, bahkan malah lenyap bersama asap hitam.
“Tak ada gunanya memikirkan Iblis itu. Segera percepat diri, dunia sudah diambang mati” Kapten menyudahi percakapan.
            Aku mengerti, kukencangkan lagi lajuku. Disana sudah terlihat Tree Of Life, tampak bergoyang-goyang daun rimbunnya. Aku tak dapat membayangkan kemungkinan terburuk. Manusia dapat seketika musnah begitu Pohon itu jatuh. Sepersekian menit kami tiba di pesisir pulau. Kaum Tak acuh menggerakkan kiri-kanan sebuah logam datar, mereka menggergaji batang Tree Of Life.
“Hentikan kaum bodoh!” Aku sudah berteriak lebih dulu, benar-benar membara amarahku. Namun mereka malah tak acuh denganku. Ah, benar-benar kaum tak berguna. Kapten Terre tak memperhatikan kejengkelanku, lantas turun lebih dulu menapaki tanah, segera mencekal batang tubuh mereka. Orang-orang berkulit abu-abu itu membalas dengan memutar badan dengan lincah, tampaknya mereka sudah dilatih lebih dahulu sebelum beraksi. Genggaman tangan Terre terlepas. Belum sempat mengembalikan posisi tubuh, Terre ditendang kencang kebelakang.
Hal tersebut membuat kami geram. Aku dan yang lain sudah mengangkat tombak, mengincar jantung mereka. Tombak terhempas. Sia-sia, mereka menghindar. Aduhai, obat apa yang dirasukkan dalam diri mereka. Sekarang mereka malah memungut tombak kami, lantas membelah udara dengan batang tembaga itu. Bahuku tergores, perih. Sementara Nidri, putri perkasa Kapten Terre tertusuk tepat di perutnya. Darah mengucur sudah, hatiku kian sesak.
Kaki kami terus melaju, mendekati Kaum Tak Acuh. Tak ada senjata, tak apa. Gunakan apa yang ada, walau itu hanya sengenggam udara. Perang tak dapat dibendung. Kali ini bukan pertempuran bawah laut. Baru pertama kalinya bumi ini mendapati pertempuran darat setelah hampir 21 tahun mengalami kehancuran. Benar-benar hari ini menjadi penentu.
Benar-benar tak ada harapan lagi jika Tree Of Life musnah. Teriakan-teriakan dan bunyi benturan tangan menyertai perjuangan kami. Tak kami biarkan penungguan kami sia-sia begitu saja. Aku mulai tahu teknik kelahi mereka. Baik, akan kugunakan cara ini. Kuberikan kode kepada yang lain, bahasa telepati Kaum Pelindung. Mereka mengerti. Kami membiarkan mereka terus menuruti hasrat memukul. Gesit kami menghindar, seperti kadal pohon yang tetap lincah kendati pijakan pohon tiada. Lalu jika tangan kulit abu-abu itu mendekati samping telinga, segera muncul sifat ganas kami, menggigit tangan mereka, menyebarkan liur racun hasil kunyahan daun kering Pohon Kehidupan.
Mereka memundurkan langkah, mengenggam lengan mereka. Sudah terlambat, mereka akan binasa. Mereka berlutut, merunduk, seolah memeluk sakit.
“Jangan percaya Guardianteli!,” Kapten Terre berteriak tiba-tiba, sembari menghindar dari pukulan musuh lain, “itu kamuflase, mereka menjalarkan racun dari dalam tanah. Cepat ludahi tanah di sekitar kalian” Kapten memerintah. Kami mengikut saja. Terciptalah asap hitam ketika kami meludahi hamparan tanah sekitar, hampir kami mati perlahan. Itu adalah racun pamungkas Kaum Tak Acuh. Mereka dapat mengalirkan racun ke beberapa medium. Lantas mengapa racun kami tak mempan?
Belum sempat kami meretas tanya, Kaum Tak Acuh mulai menyemprotkan serbuk ungu. Racun kedua dengan medium udara. Benar-benar, Pohon Kehidupan akan bertambah sakit dengan semua bahan kimia ini. Kami hanya dapat menahan napas, dan tak henti terus melakukan penyerangan. Kami maju, namun bertarung dengan napas yang tertahan dan terengah membuat kami kewalahan. Uronas yang begitu semangat kini tumbang, serbuk itu berhasil menggerogoti pernapasannya. Satu demi satu para Pelindung jatuh merangkul harapan besar, selamatkan bumi ini.
Aku sudah tak tahan, aku mulai terbatuk lantas dijatuhi tendangan dari salah seorang musuh. Terlemparlah tubuhku. Apakah sekarang adalah giliranku? Kapten Terre tiba-tiba saja mencium kepalaku, aku tahu itu. Adalah penyaluran beberapa usia hidup. Darahku mulai menormal, suhu tubuhku mulai seimbang, dan tentu gerakanku akan lebih gesit lagi. Aku menatap Kapten Terre.
“Kenapa kau melakukannya Kapten?” kukirim telepatiku.
“Karena sesuatu hal besar ada pada dirimu” Kapten Terre tersenyum menjawab. Ia kemudian menghirup seluruh serbuk ungu itu. Kembali bening udara. Ia bejalan tersuruk mendekati Tree Of Life. Dapat kulihat jelas wajahnya. Wajah yang menampung beban yang teramat sakit. Cairan bening mengalir dari ceruk matanya. Tidak pernah ada sejarahnya Kapten Terre menangis. Kapten yang berambut hitam diselingi putih tersebut mulai membentangkan tangan, seolah memasrahkan diri. Jelas, Kaum Tak Acuh seketika berhasrat menyerang. Mereka memajukan ujung tombak dengan beringas pada tubuh Kapten, aku dan yang lain berusaha berdiri, hendak membantu, namun entah tubuh kami seperti membeku.
Tertusuk sudah tubuh Pemimpin kami, ujung-ujung tombak tampak menyembul dari tubuhnya. Aku menatap bisu, mulutku menganga kaku. Pemimpin kami dibunuh dengan ganas. Tapi kapten tak mengubah posisi, tetap membentangkan tangan. Sedetik-semenit kami dapat merasakan sakit Kapten Terre, sakit hati jikalau kehilangan satu-satunya pohon dan tentu sakit tertusuk tiga tombak dari tiga arah. Di tengah terjangan sakit, Kapten masih sempat menengok kami sambil menyemburatkan senyum simpul. Aku tak sanggup melihatnya. Lihatlah Kapten seperti pendosa yang dihukum mati.
Entah, tiba-tiba saja cahaya seperti terbit di tubuh Kapten Terre, begitupula dengan Tree Of Life. Kaum Tak Acuh mengaduh kesakitan, teramat sakit terdengar. Sebentar sekali peristiwa itu. Tubuh anggotan Kaum Tak Acuh seperti raib, tidak menyisakan bekas. Lantas cahaya itu gegas menyebar memenuhi seluruh jarak pandang kami. Silau namun menenangkan jiwa. Aku mendapat telepati, jenis telepati yang amat langka.
“Kau tahu nak, tidak sedemikian rupa aku menyalurkan setengah umurku padamu. Demikian bukan hanya usia dan energi  yang tersalur, namun sekaligus darah pemimpin baru. Seharusnya pergantian pemimpin terjadi setelah munculnya benih. Tak akan ada anggota dari kaum kita yang akan dapat memimpin sebelum bibit pertama muncul. Namun ini semua di luar rencana. Dan aku melihat hal yang lebih besar darimu daripada kawanmu yang lain bahkan diriku sendiri. Maka kuberi kau darah pemimpinku, hal besar darimu itu sudah cukup untuk membantumu memimpin, maka kupilihlah dirimu wahai Ardan. Orang tua ini harus menghilangi, TAPI TETAP DI SINI.”
Habis telepati itu, cahaya menyusut cepat pada satu inti titik ditengah pulau, lantas dengan cepat kembali menyemburkan butir-butir cahaya yang indah. Membawa kedamaian dan ketenangan. Mataku basah haru, lihatlah di pusat pulau! Tree Of Life tetap menegak dengan gergaji besar dan tombak yang berserakan di sekitarnya. Tak habis pikir diriku, perjuangan kami tidak sia-sia. Kawan lain segera menghambur saling peluk, mengacak rambut sebagai tanda kegembiraan. Tak terkecuali diriku, Mento dan Ramero melepas gembira. Kuacak keras rambut ikal Mento. Kami bersuka ria.
Di balik itu semua, keanehan masih menggantung. Kaum Tak Acuh tak menyisakan jejak walau sebatas bau amis mereka. Begitupulah Kapten Terre. Aku masih rabun fakta, apa maksudnya ‘orang tua ini harus menghilangi, tapi tetap di sini.’ Apakah Kapten Terre menjelma bagian Tree Of Life yang  hilang karena digesek logam raksasa? Terkaanku benar-benar luar akal.
“Kau sudah dapat telepati Ardan?” tanya Romero yang memperbaiki rambut panjangnya, telah dililit kayu kecil oleh Mento.
“Yah, dan sepertinya kalian juga,” aku menarik napas, “Ro, aku ingin meyakini bahwa bagian Tree Of Life yang digergaji itu benar-benar adalah tubuh dan nyawa Kapten,” lanjutku. Tampak wajah Remero memaklumi.
“Tak apa kau menerka. Yang terpenting kau yakin bahwa tentu kapten akan melakukan sesuatu yang bijak. Termasuk mengangkatmu sebagai penggantinya” Romero mulai meletakkan genggaman tangan kanan di dada kiri dan tangan kirinya memeluk perut secara bersamaan. Penghormatana khas Kaum Pelindung. Kawan lain mengikut. Suasana seorang pemimpin menyergapku. Aku akan memimpin para Guardianteli dalam penangguhan bibit pertama. Kami harus menunggu 21 tahun lagi.
Kaki senja mulai menapaki Bumi, kami mengelilingi Tree Of Life. Kami berikrar akan benar-benar melindungi Pohon Kehidupan beserta nyawa Kapten Terre didalamnya. Sore itu kami dikungkung haru. Harapan baru mulai menyala, kami rajut semangat. Duhai waktu, jalankan cepat 21 tahunmu.


Jengkel dengan Jerawat? Hindari 4 Kebiasaan yang Memperburuk Jerawat

sumber:  barusip.blogspot.co.id Pemuda-pemudi tentu sangat mengenal yang namanya jerawat. Betapa tidak, sedikit dari kaum muda yang b...