Konflik SARA di Tanjungbalai Pecah
Karena Suara Azan, 2016
Gambar di atas adalah hasil dari konflik anarkis yang terjadi di
Tanjungbalai, Asahan, Sumatera Utara. Konflik bernuansa SARA ini bermula dari
seorang wantita keturunan Tionghoa M (41) yang mengajukan protes pada takmir masjid untuk mengecilkan volume suara azan di masjid
Al-Makhsum, karena merasa terganggu. Teguran tersebut katanya telah dilayangkan
beberapa kali.
Beberapa waktu kemudian datang
takmir masjid bersama jamaah mendatangi M di rumahnya, Jalan Karya,
Tanjungbalai, pada Jum’at 29 Juli 2016. Namun, aksi tersebut berhasil dicegah,
dan kumpulan massa berangsur pulang.
Namun, karena terprovokasi postingan
media sosial, massa tersebut kembali datang ke rumah M untuk menghancurkan dan
membakar rumah tersebut. Beruntung, aksi itu gagal karena dicegah warga komplek
setempat. Tak puas, ratusan warga kemudian mendatangi Vihara dan Klenteng lalu
melampiaskan kemarahan mereka dengan membakar tempat ibadah tersebut. Konflik
berunjung pada terbakarnya 2 Vihara dan 5 Klenteng.
PESAN:
Kita sebagai
rakyat Indonesia yang kaya dengan segala perbedaan, hendaknya saling menghargai
satu sama lain. Jangan malah membuat provokasi yang dapat menimbulkan
perpecahan antarumat beragama. Kita juga harus mengambil sikap yang tidak mudah
terprovokasi atas sesuatu yang tidak jelas.
Konflik Karo, 2016
Pihak
pengembang mengatakan telah beberapa kali mengadakan pendekatan, namun upaya
itu gagal. Penolakan pun berakhir pada konflik yang menewaskan satu orang dan
satu orang luka parah.
PESAN:
Konflik di atas menunjukkan kurangnya keharmonisan dan toleransi
antarmakhluk sosial. Sebagai manusia dengan perbedaan yang beragam, sangat
diperlukan sifat tolenrasi yang tinggi. Jika memang terjadi pertentangan,
harusnya diselesaikan dengan musyawarah. Bukan malah mengokohkan arumentasi
masing-masing lantas menyerang jika argumen ditolak.
Konflik
di Mimika, 2016
Gambar di atas
merupakan sebagian kecil dari peristiwa konflik di Mimika. Sebenarnya konflik
di Mimika sudah dimulai sejak 24 Mei 2016. Bentrok
antar warga tersebut pecah di Jalan Budi Utomo, Kota Timika. Kejadian tersebut
diduga karena buntut dari kasus pemukulan yang terjadi pada dua anak laki-laki
asal Toraja beberapa hari sebelumnya di Jalan Busiri Ujung.
Dalam
bentrok tersebut, dua unit rumah warga dibakar ditambah satu unit sepeda motor,
bahkan dua orang warga dikabarkan mengalami luka. Massa dari salah satu
kelompok pemuda lebih dulu merengsek ke Jalan Budi Utomo dan berkumpul di depan
Bank BRI. Massa sempat terlibat adu mulut dengan petugas kepolisian yang sedang
berjaga di situ. Aksi ini sempat membuat lalulintas macet total.
Dan
akhir-akhir ini, 25 Juli 2016, konflik ini kembali menyala. Dan lebih parah
lagi, kerusuhan ini menghasilkan korban yang lebih banyak. Dari hasil
pengecekan sementara, tercatat 17 rumah terbakar, 13 orang luka-luka dan 2
orang tewas.
PESAN:
Daerah Mimika memang rawan dengan konflik. Tapi
hal itu tidak menjadi alasan satu-satunya konflik terjadi di Mimika. Perlu
adanya komunikasi, interaksi, dan keharmonisan yang baik di Mimika,
toleransinya juga harus ditingkatkan. Maka hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi
pemerintahan Mimika untuk membangun sifat-sifat anti konflik tersebut.
Demikian tadi beberapa contoh konflik sosial di Indonesia pada tahun 2016. Harapannya, postingan ini dapat lebih membuat kita peduli dengan sesama sehingga secara tidak langsung kita berpartisipasi menanggulangi konflik sosial.
Demikian tadi beberapa contoh konflik sosial di Indonesia pada tahun 2016. Harapannya, postingan ini dapat lebih membuat kita peduli dengan sesama sehingga secara tidak langsung kita berpartisipasi menanggulangi konflik sosial.