Kamis, 19 Mei 2016

Cerpen: Guardianteli (Pesan Jaga Pohon)

Google
Dunia benar-benar kacau selama dua puluh tahun terakhir ini. Jika dilihat dari Planet Mars maka tak ada lagi sepetak hijau yang melekat. Biru menguasai Bumi. Dua puluh tahun silam es mencair serentak, Kutub Utara dan Kutub Selatan berkolerasi, air laut pasang, menenggelamkan daratan, hanya tersisa secerca hijau yang masih pula menyisakan kehidupan bagiku dan penduduk Bumi lain yang masih bertahan.
Di Bumi sekarang ini terbagi tiga golongan besar manusia. Manusia pelindung, perusak dan manusia tak acuh yang hanya menggantungkan hidup pada nasib. Apa yang kami lindungi, rusaki atau bahkan ditak acuhkan saja? Adalah secerca hijua itu, pohon Tree Of Life. Aku adalah kaum pelindung pohon agung itu.
Bersama dengan kawanku sesama pelindung, kami tinggal tepat melingkari pulau yang disinggah akari oleh Tree Of Life, Pohon Kehidupan. Rumah-rumah sekarang kurang lebih dapat disebut ‘Rumah Perahu’ karena mengapung dengan anggun di lautan luas. Tanah subur benar-benar raib, tak ada tempat untuk mematoki tiang pusar rumah. Sekarang malah lautan menjadi tak beraturan karena ulah perusak dan penduduk tak acuh yang hanya mementingkan kehidupan pribadi.
Tree Of Life adalah satu-satunya penghasil oksigen di muka Bumi ini. Khusus dipersembahkan untuk kami para warga Bumi. Benar-benar Pohon yang telah diberkahi oleh Tuhan. Tapi entah mengapa Si Perusak itu malah ingin menghancurkan sumber esensial itu, bukannya mereka juga akan mati nantinya jika pohon itu tumbang tak menghasilkan oksigen? Entah dimana mereka menyimpan otak.
Tapi semua itu tak apa, aku bangga dengan gelarku yang selalu disebut bersama namaku, Guardianteli. Singkatan dari Guardian Of ‘Tree Of Life’, Penjaga Pohon Kehidupan. Sedang namaku sendiri berasal dari bahasa Arab, kata dasar Ard berarti Bumi. Jadi kurang lebih sempurna namaku bermakna Bumi Penjaga Pohon Kehidupan. Bumi sendirilah yang harusnya melindungi semua pohon-pohon hijau terdahulu, namun manusia lebih rakus lagi menghancurkan Bumi. Sekarang tinggalah aku Si Bumi kedua, Ardan Guardianteli.
***
Tugas kami para Guardianteli adalah menjaga Tree Of Life dengan rapi. Tak pernah boleh terjadi pertempuran di pulau kecil itu. Satu daun muda yang jatuh, maka menghilangkan satu hektare oksigen di bumi. Maka jika kaum Perusak menyerang, maka kami harus memancing mereka menjauh dari pohon. Pertempuran kami lakukan di bawah laut. Kehancuran Bumi membuat kami berevolusi dapat bernapas lebih lama dalam air.
            Dua hari kedepan adalah hari yang kami damba, adalah hari dimana Bumi telah mengalami 21 tahun dalam fase kerusakan fatal. Saat itulah bibit Tree Of Life yang pertama akan tumbuh, membawa harum semerbak serta harapan yang menumpuk. Bibit itu kemudian akan kami jatuhkan tepat pada titik khatulistiwa, dan akan tumbuh menjadi pulau yang baru bersama Tree Of Life yang kedua. Jadilah Bumi ini akan mendapat mahkota kedua. Begitulah yang akan terus diwarisi generasi kami, menunggu selama 21 tahun untuk memperoleh bibit baru, sampai bumi dipenuhi hijau kembali, benar-benar perjuangan.
            “Hei! Itu kaum Perusak!” Ramiro berteriak keras, membuyarkan hayalanku tentang dua hari kedepan. Ia menunjuk sebelah timur samudra, terlihat buram mereka melaju kencang dengan perahu inovasi kami yang telah mereka curi. Semakin terlihat jelas wujud mereka, tiga perahu besar. Dua perahu berbendera merah, dan satunya lagi... apa maksud Kaum Tak Acuh berbendera putih itu?
Tanpa pikir panjang, tangan kami sudah mencekal papan kayu, tombak, parang, panah, bahkan pistol bawah air yang siap menembus hati sempit mereka. Beberapa kawan lain juga sudah membimbing perahu untuk berlayar. Dengan gagah, Mento mengibarkan kain hijau. Kami siap bertugas.
Deburan ombak menjawab semangat kami, suara mesin ramah lingkungan terdengar ramah, namun tak seramah ketika bertempur melindungi pusat kehidupan yang mulai sekarat. Kami harus cepat, jarak kami dari pulau inti harus sekitar satu kilometer, tak boleh satupun bahan kimia yang boleh mencolek Tree Of Life. Rentan sekali.
Pertempuran sengit terjadi begitu saja, tanpa naskah ataupun latihan. Segera kuceburkan diriku ke dalam air, sementara yang lain bertahan beberapa menit untuk menghalau serangan, kemudian menyusul selam. Belum satu menit terbelenggu air, kaum perusak juga menyeruak permukaan air. Mereka mulai menembaki kami dengan peluru timah yang asal saja, karang-karang berhamburan, ikan-ikan melarikan diri mencari tempat lindung, benar-benar menjengkelkan mereka. Daratan sudah hancur, apa mereka juga hendak membinasakan laut? Mataku berapi, serasa hawa laut memanas. Kugerakkan kakiku dengan cepat arah vertikal, aku menjemput peluru mereka, meliuk bagai duyung, menghindar, tangan kanan memegang tombak, kuhempas tongkat mata runcing dengan beringas, tepat mengenai perut Marvent, putra Ketua Kaum Perusak.
“Bagus Guardianteli! Lakukan terus! Masih banyak dari mereka” Kapten Terre berteriak menyemangati, sudah jatuh tujuh musuh. Benar-benar sukses pertempuran kali ini. Betapa tidak, sisa dua hari lagi puncak kehidupan akan bertambah tinggi. Bibit Tree Of Life. Tak akan kami biarkan harapan itu hancur. Semakin ganas kami menyerbu, peluru-peluru mereka ditembak ganas pula, namun kami lebih terlatih, liak sana-liuk sini, mudah kami menghindar, lantas bila target sudah mengempuk, segera kami tikam, tembak atau sekadar memukul.
“Kau sudah tak bisa apa-apa lagi Tuan Perusak” ancam Kapten Terre pada Ibil, ketua Kaum Perusak. Ibil tak takut, malah sekarang tersenyum sinis di atas perahu. Ia tertawa bahak, sangat gembira terdengar.
“Dimana urat rasa kalian? Tak merasakan napas kalian tersenggal sekarang?” ia menyembur pertanyaan aneh, meski memang napas kami susah terkontrol, “Dan juga tak sadar dengan raibnya kapal Kaum Tak Acuh?” ia melanjutkan.
Kami seperti tersetrum, baru menyadari keganjilan yang kami hiraukan. Kemana gerangan kapal bendera putih itu? Lalu mengapa napas kami terengah-engah seperti ini? Entah, Ibil benar-benar menanam pohon tanya pada kami.
Tree Of  Life kalian akan binasa!” Ibil bersuara tiba-tiba, segera membuncahkan rasa takut.
“Tidak mungkin!” teriak Kapten.
“Dasar bodoh, kalian pikir buat apa kami menyerang tembak saja tidak menombak atau minimal berenang ke arah kalian untuk memukul?” Ia diam, menunggu reaksi, “Kami mengulur waktu kalian. Sekarang Kaum Tak acuh dungu itu mungkin sudah setengah kerja, menyisakan setengah diameter batang Tree Of  Life. Tinggal beberapa menit lagi pohon itu akan tumbang menghanguskan oksigen kalian.”
“Ah! Diam kau!” teriakku sambil membidik jantungnya, tombakku telak menembus jantungnya. Aku tersenyum jemawa melihatnya kesakitan memegang tombak yang sudah tertancap. Namun bukan darah yang mengalir keluar, kepulan asab yang bermunculan. Ia kembali tertawa, tertawa yang menjengkelkan. Dengan mudah ia menarik tombak, membuat kepulan asap bertambah pekat. Sedetik asap hilang menyisakan dada kiri yang masih utuh, hanya baju yang sobek. Kami terperangah, sihir macam apa yang dianut Ibil ini?
“Sudah kuduga sejak lama, kau adalah Iblis terkutuk!” Kapten Terre berucap pasti. Yang diteriaki memasang wajah bangga.
“Maksud Kapten?” aku memecah balon tanya. Kapten Terre tak menjawab, tetap menatap marah Ibil yang dianggapnya Iblis.
“Tak ada waktu para Pelindung! Segera kembali ke pusat Tree Of Life! Tak ada gunanya mengurusi Iblis bertubuh manusia itu” Kapten segera berbalik badan mengunyah daun kering Pohon Kehidupan. Itu pertanda kondisi darurat. Daun  kering itu sangat langka, hanya jatuh setiap satu tahun sekali dan hanya boleh digunakan pada keadaan terpaksa. Kami ikut mengunyah daun kering. Segera badan kami dipenuhi stamina. Kupijakkn kakiku pada permukaan air, lantas tanganku cepat ku ayun ke belakang seperti hendak berlari. Maka melesatlah tubuhku seperti mengendarai ski air. Begitulah salah satu kekuatan daun kering itu, membuat kami dapat berjalan dan melesat cepat di atas air.
“Sebenarnya apa yang  terjadi Kapten?” aku berhasil menyamakan posisi dengan Kapten Terre.
“Kau tau Ardan? Sudah sejak lama aku menduga kedok Ibil itu. Tidak mungkin manusia berakal ingin menghancurkan Pohon yang menyediakan mereka oksigen,” Kapten terdiam sejenak,” karena Ibil bukan manusia, dia Raja Iblis Khatulistiwa. Raja dari segala raja Iblis di dunia paceklik. Selama hidup ia terus meracuni pikiran manusia, terutama manusia Tak Acuh. Sebenarnya dulu tidak ada golongan penghancur, namun berkat ulah Ibil beserta bala tentaranya ia mencipta partai baru, Kaum Penghancur. Kaum itu adalah himpunan manusia tak acuh yang sudah menghitam hatinya, tak menyisakan titik putih karena racun goda yang sudah berlumur.”
“Lalu mengapa Ibil tidak menggoda kita saja?” aku mendaftar pertanyaan kedua.
“Karena kita adalah Guardianteli, kaum yang dekat dengan Pohon Suci yang diberkahi. Ibil tak dapat meracuni kita atau bahkan untuk sekadar meneteskan racun itu, tubuh kita otomatis melindungi. Kau pasti tidak pernah melihat Ibil mendekati kita dengan jarak satu meter bukan? Karena ia akan merasa panas bila berada lebih dekat dengan para Pelindung, bila kau memeluknya maka seutuh tubuhnya akan terbakar. Dan kau bisa lihat sediri, saat kita berbalik ia tidak mengerjar ” aku tekesiap, memang Ibil tak mengejar, bahkan malah lenyap bersama asap hitam.
“Tak ada gunanya memikirkan Iblis itu. Segera percepat diri, dunia sudah diambang mati” Kapten menyudahi percakapan.
            Aku mengerti, kukencangkan lagi lajuku. Disana sudah terlihat Tree Of Life, tampak bergoyang-goyang daun rimbunnya. Aku tak dapat membayangkan kemungkinan terburuk. Manusia dapat seketika musnah begitu Pohon itu jatuh. Sepersekian menit kami tiba di pesisir pulau. Kaum Tak acuh menggerakkan kiri-kanan sebuah logam datar, mereka menggergaji batang Tree Of Life.
“Hentikan kaum bodoh!” Aku sudah berteriak lebih dulu, benar-benar membara amarahku. Namun mereka malah tak acuh denganku. Ah, benar-benar kaum tak berguna. Kapten Terre tak memperhatikan kejengkelanku, lantas turun lebih dulu menapaki tanah, segera mencekal batang tubuh mereka. Orang-orang berkulit abu-abu itu membalas dengan memutar badan dengan lincah, tampaknya mereka sudah dilatih lebih dahulu sebelum beraksi. Genggaman tangan Terre terlepas. Belum sempat mengembalikan posisi tubuh, Terre ditendang kencang kebelakang.
Hal tersebut membuat kami geram. Aku dan yang lain sudah mengangkat tombak, mengincar jantung mereka. Tombak terhempas. Sia-sia, mereka menghindar. Aduhai, obat apa yang dirasukkan dalam diri mereka. Sekarang mereka malah memungut tombak kami, lantas membelah udara dengan batang tembaga itu. Bahuku tergores, perih. Sementara Nidri, putri perkasa Kapten Terre tertusuk tepat di perutnya. Darah mengucur sudah, hatiku kian sesak.
Kaki kami terus melaju, mendekati Kaum Tak Acuh. Tak ada senjata, tak apa. Gunakan apa yang ada, walau itu hanya sengenggam udara. Perang tak dapat dibendung. Kali ini bukan pertempuran bawah laut. Baru pertama kalinya bumi ini mendapati pertempuran darat setelah hampir 21 tahun mengalami kehancuran. Benar-benar hari ini menjadi penentu.
Benar-benar tak ada harapan lagi jika Tree Of Life musnah. Teriakan-teriakan dan bunyi benturan tangan menyertai perjuangan kami. Tak kami biarkan penungguan kami sia-sia begitu saja. Aku mulai tahu teknik kelahi mereka. Baik, akan kugunakan cara ini. Kuberikan kode kepada yang lain, bahasa telepati Kaum Pelindung. Mereka mengerti. Kami membiarkan mereka terus menuruti hasrat memukul. Gesit kami menghindar, seperti kadal pohon yang tetap lincah kendati pijakan pohon tiada. Lalu jika tangan kulit abu-abu itu mendekati samping telinga, segera muncul sifat ganas kami, menggigit tangan mereka, menyebarkan liur racun hasil kunyahan daun kering Pohon Kehidupan.
Mereka memundurkan langkah, mengenggam lengan mereka. Sudah terlambat, mereka akan binasa. Mereka berlutut, merunduk, seolah memeluk sakit.
“Jangan percaya Guardianteli!,” Kapten Terre berteriak tiba-tiba, sembari menghindar dari pukulan musuh lain, “itu kamuflase, mereka menjalarkan racun dari dalam tanah. Cepat ludahi tanah di sekitar kalian” Kapten memerintah. Kami mengikut saja. Terciptalah asap hitam ketika kami meludahi hamparan tanah sekitar, hampir kami mati perlahan. Itu adalah racun pamungkas Kaum Tak Acuh. Mereka dapat mengalirkan racun ke beberapa medium. Lantas mengapa racun kami tak mempan?
Belum sempat kami meretas tanya, Kaum Tak Acuh mulai menyemprotkan serbuk ungu. Racun kedua dengan medium udara. Benar-benar, Pohon Kehidupan akan bertambah sakit dengan semua bahan kimia ini. Kami hanya dapat menahan napas, dan tak henti terus melakukan penyerangan. Kami maju, namun bertarung dengan napas yang tertahan dan terengah membuat kami kewalahan. Uronas yang begitu semangat kini tumbang, serbuk itu berhasil menggerogoti pernapasannya. Satu demi satu para Pelindung jatuh merangkul harapan besar, selamatkan bumi ini.
Aku sudah tak tahan, aku mulai terbatuk lantas dijatuhi tendangan dari salah seorang musuh. Terlemparlah tubuhku. Apakah sekarang adalah giliranku? Kapten Terre tiba-tiba saja mencium kepalaku, aku tahu itu. Adalah penyaluran beberapa usia hidup. Darahku mulai menormal, suhu tubuhku mulai seimbang, dan tentu gerakanku akan lebih gesit lagi. Aku menatap Kapten Terre.
“Kenapa kau melakukannya Kapten?” kukirim telepatiku.
“Karena sesuatu hal besar ada pada dirimu” Kapten Terre tersenyum menjawab. Ia kemudian menghirup seluruh serbuk ungu itu. Kembali bening udara. Ia bejalan tersuruk mendekati Tree Of Life. Dapat kulihat jelas wajahnya. Wajah yang menampung beban yang teramat sakit. Cairan bening mengalir dari ceruk matanya. Tidak pernah ada sejarahnya Kapten Terre menangis. Kapten yang berambut hitam diselingi putih tersebut mulai membentangkan tangan, seolah memasrahkan diri. Jelas, Kaum Tak Acuh seketika berhasrat menyerang. Mereka memajukan ujung tombak dengan beringas pada tubuh Kapten, aku dan yang lain berusaha berdiri, hendak membantu, namun entah tubuh kami seperti membeku.
Tertusuk sudah tubuh Pemimpin kami, ujung-ujung tombak tampak menyembul dari tubuhnya. Aku menatap bisu, mulutku menganga kaku. Pemimpin kami dibunuh dengan ganas. Tapi kapten tak mengubah posisi, tetap membentangkan tangan. Sedetik-semenit kami dapat merasakan sakit Kapten Terre, sakit hati jikalau kehilangan satu-satunya pohon dan tentu sakit tertusuk tiga tombak dari tiga arah. Di tengah terjangan sakit, Kapten masih sempat menengok kami sambil menyemburatkan senyum simpul. Aku tak sanggup melihatnya. Lihatlah Kapten seperti pendosa yang dihukum mati.
Entah, tiba-tiba saja cahaya seperti terbit di tubuh Kapten Terre, begitupula dengan Tree Of Life. Kaum Tak Acuh mengaduh kesakitan, teramat sakit terdengar. Sebentar sekali peristiwa itu. Tubuh anggotan Kaum Tak Acuh seperti raib, tidak menyisakan bekas. Lantas cahaya itu gegas menyebar memenuhi seluruh jarak pandang kami. Silau namun menenangkan jiwa. Aku mendapat telepati, jenis telepati yang amat langka.
“Kau tahu nak, tidak sedemikian rupa aku menyalurkan setengah umurku padamu. Demikian bukan hanya usia dan energi  yang tersalur, namun sekaligus darah pemimpin baru. Seharusnya pergantian pemimpin terjadi setelah munculnya benih. Tak akan ada anggota dari kaum kita yang akan dapat memimpin sebelum bibit pertama muncul. Namun ini semua di luar rencana. Dan aku melihat hal yang lebih besar darimu daripada kawanmu yang lain bahkan diriku sendiri. Maka kuberi kau darah pemimpinku, hal besar darimu itu sudah cukup untuk membantumu memimpin, maka kupilihlah dirimu wahai Ardan. Orang tua ini harus menghilangi, TAPI TETAP DI SINI.”
Habis telepati itu, cahaya menyusut cepat pada satu inti titik ditengah pulau, lantas dengan cepat kembali menyemburkan butir-butir cahaya yang indah. Membawa kedamaian dan ketenangan. Mataku basah haru, lihatlah di pusat pulau! Tree Of Life tetap menegak dengan gergaji besar dan tombak yang berserakan di sekitarnya. Tak habis pikir diriku, perjuangan kami tidak sia-sia. Kawan lain segera menghambur saling peluk, mengacak rambut sebagai tanda kegembiraan. Tak terkecuali diriku, Mento dan Ramero melepas gembira. Kuacak keras rambut ikal Mento. Kami bersuka ria.
Di balik itu semua, keanehan masih menggantung. Kaum Tak Acuh tak menyisakan jejak walau sebatas bau amis mereka. Begitupulah Kapten Terre. Aku masih rabun fakta, apa maksudnya ‘orang tua ini harus menghilangi, tapi tetap di sini.’ Apakah Kapten Terre menjelma bagian Tree Of Life yang  hilang karena digesek logam raksasa? Terkaanku benar-benar luar akal.
“Kau sudah dapat telepati Ardan?” tanya Romero yang memperbaiki rambut panjangnya, telah dililit kayu kecil oleh Mento.
“Yah, dan sepertinya kalian juga,” aku menarik napas, “Ro, aku ingin meyakini bahwa bagian Tree Of Life yang digergaji itu benar-benar adalah tubuh dan nyawa Kapten,” lanjutku. Tampak wajah Remero memaklumi.
“Tak apa kau menerka. Yang terpenting kau yakin bahwa tentu kapten akan melakukan sesuatu yang bijak. Termasuk mengangkatmu sebagai penggantinya” Romero mulai meletakkan genggaman tangan kanan di dada kiri dan tangan kirinya memeluk perut secara bersamaan. Penghormatana khas Kaum Pelindung. Kawan lain mengikut. Suasana seorang pemimpin menyergapku. Aku akan memimpin para Guardianteli dalam penangguhan bibit pertama. Kami harus menunggu 21 tahun lagi.
Kaki senja mulai menapaki Bumi, kami mengelilingi Tree Of Life. Kami berikrar akan benar-benar melindungi Pohon Kehidupan beserta nyawa Kapten Terre didalamnya. Sore itu kami dikungkung haru. Harapan baru mulai menyala, kami rajut semangat. Duhai waktu, jalankan cepat 21 tahunmu.


Minggu, 15 Mei 2016

Contoh Bab Pendahuluan pada Karya Tulis Ilmiah

sumber: https://cahkebumen89.files.wordpress.com/2012/03/pen.jp
Dalam pembuatan karya ilmiah, tentu terdapat beberapa kesulitan yang dialami oleh peneliti. Salah satu cara agar lebih memahami proses pembuatannya adalah dengan melihat contoh secara langsung dan mengamati dengan teliti contoh tersebut. Bab Pendahuluan merupakan bab pertama dalam Karya Tulis Ilmiah (KTI). Berikut contoh bab pendahuluan sebagai bahan pembelajaran bagi yang hendak membuat KTI, selamat membaca! Salam Peneliti Muda!



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lingkungan merupakan tempat bersosialisai makhluk hidup termasuk manusia. Lingkungan memiliki peranan penting dalam menunjang kenyamanan hidup manusia karena di lingkungan itulah manusia memperoleh segala kebutuhan hidup. Menurut KBBI lingkungan hidup adalah “kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.” Dalam pengertian tersebut terdapat kalimat yang menyatakan bahwa lingkungan hidup mempengaruhi kesejahteraan manusia. Maka dari itu tentu kualitas lingkungan juga mempengaruhi kualitas kesejahteraan hidup manusia.
Lingkungan pada umumnya terbagi menjadi dua jika menyangkut kualitasnya. Lingkungan dengan kualitas buruk dan lingkungan dengan kualitas baik. Kualitas dalam hal ini ialah seberapa besar terjaganya kealamian lingkungan tersebut atau seberapa bagus pengaturan lingkungan tersebut. Penataan tersebut dilakukan sedmikian rupa dengan memperhatikan sumber daya alam yang tersedia di lingkungan tersebut serta menyeimbangkannya. Namun seiring dengan perkembangan zaman, lingkungan digunakan untuk mengembangkan kemajuan dan lingkungan malah dipinggirkan karena teknologi maju hasil garapan sumber daya lingkungan tersebut. Akibatnya timbul suatu masalah yang disebut dengan global warming atau pemanasan global.
Global warming timbul karena kelalaian dalam penjagaan lingkungan. Pembanguna rumah kaca, pendirian pabrik-pabrik, pembakaran hutan, asap kendaraan, serta sampah menjadi beberapa penyebab global warming. Pemanasan global menimbulkan banyak dampak buruk bagi lingkungan. Beberapa dampak buruknya ialah suhu bumi semakin meningkat, pencairan es di kutub, perubahan iklim dan sebagainya. Bahkan menurut Dadang (2008:27), kemungkinan di tahun 2070 akan banyak pulau-pulau kecil di Indonesia yang tenggelam oleh air laut karena pencairan es kutub. Maka dari itu perlu dilakukan pelestarian yang bermutu sebelum bencana besar tersebut melanda anak cucu kita nanti.
Salah satu penyebab pemanasan global yang masih saja menjadi masalah klasik adalah sampah. Jumlah penduduk yang semakin meningkat membuat kebutuhan bertambah banyak. Sisa dari pemakaian kebutuhan tersebut dikatakan sampah, maka otomatis sampah menjadi berlimpah seiring dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat. Indonesia merupakan salah satu negara yang terdaftar sebagai negara dengan jumlah penduduk yang banyak. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jumlah penduduk di Indonesia di tahun 2016 kurang lebih sebanyak 258.705.000 jiwa. Tentu dapat disimpulkan bahwa keberadaan sampah di Indonesia terhitung banyak melebihi jumlah penduduk Indonesia tersebut karena kebutuhan manusia yang kompleks.
Akan tetapi masyarakat pada umumnya dalam mengurangi jumlah sampah, masih menggunakan cara tradisional dalam pengelolaan sampah, yakni dengan menimbun dan membakar sampah. Secara sekilas, sampah hilang dari permukaan dan cukup meredam bau serta pemandangan yang jorok. Akan tetapi tidak secara signifikan efek sampah itu hilang begitu saja. Sampah yang tertimbun tidak semua dapat dibusukkan secara cepat oleh bakteri pembusukan. Terdapat sampah yang butuh bertahun-tahun bahkan beratus-ratus tahun untuk menguraikannya. Akibatnya sampah yang lama terurai tersebut dapat mengurangi kesuburan tanah atau mengurangi kualitas air tanah. Sementara sampah yang dibakar dapat menyebabkan kandungan CO2 di angkasa meningkat yang berujung pada pemanasan global.
Maka dari itu perlu dilakukan pengelolaan sampah yang benar dan tepat. Ada banyak program-program pengolahan sampah baik yang dicanangkan pemerintah maupun perseorangan. Namun terdapat salah satu program yang digalakkan oleh Indonesia, lebih tepatnya Surabaya yang terbilang sukses, ialah pemilahan sampah. Sampah terdiri dari beberapa klasifikasi. Secara umum terbagi dua, sampah organik dan anorganik. Namun kemudian dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis lain. Beberapa negara telah berhasil melaksanakan program ini. Begitupun dengan beberapa daerah di Indonesia seperti Surabaya. Beberapa sekolahpun yang ingin menjadi adiwiyata school juga mulai menerapkan sistem pemilahan sampah. Khusus di Sekolah Islam Athirah Boarding School Bone terdapat lima tong sampah dengan warna yang berbeda. Masing-masing warna mewakili jenis sampah. Warna merah untuk sampah logam dan produksi, kuning untuk sampah yang dapat dibakar, abu-abu jika sampah itu tidak dapat dibakar, bila sampah berbahaya ditempatkan di tempat sampah hitam dan biru untuk sampah makanan. Setelah memilah sampah yang tepat, barulah akan dilakukan proses selanjutnya (daur ulang) atau penanganan lebih lanjut mengenai sampah tersebut.
Kelima tong sampah tersebut sementara sudah digunakan oleh warga Athirah Bone maupun tamu yang berkunjung. Awal pengadaan tong sampah tersebut terdapat kesalahan penempatan kriteria sampah yang benar. Akan tetapi seiring ‘keseringan’ melihat tong sampah tersebut, lambat laun warga Athirah Bone mulai terbiasa dan cakap memilah sampah pada tempatnya. Menyangkut kemampuan siswa dalam memilah sampah tersebut, tentu terdapat tanggapan-tangapan mengenai keberadaan tong sampah lima warna tersebut.
Tanggapan atau persepsi menurut Wood (dalam Carisa, 2012) “persepsi merupakan proses aktif memilah, menata dan menafsirkan orang, obyek, kejadian, situasi dan aktivitas.” Keberadaan tong sampah lima warna bukan berarti hanya akan menimbulkan kebiasaan memilah sampah, namun juga pasti memunculkan persepsi berbeda dari masing-masing pelaku kegiatan. Meski misalnya saja 100% program tersebut berhasil, tidak menutup kemungkinan persepsi berbeda tidak muncul. Begitupun sebaliknya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian demi mengetahui lebih lanjut mengenai kualitas program tong sampah lima warna tersebut.
B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik rumusan masalah, yaitu bagaimana persepsi siswa Sekolah Islam Athirah Boarding School Bone mengenai tong sampah lima warna?
C. Tujuan Penelitian
            Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi siswa Sekolah Islam Athirah Boarding School Bone mengenai tong sampah lima warna.
D. Manfaaat Penelitian
            Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ialah:
1.      Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para peneliti lain yang mengangkat tema yang sama dan untuk pihak penyelenggara program tong sampah lima warna dapat mempergunakan hasil penelitian ini sebagai media pengembangan program tersebut.
2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi siswa Sekolah Islam Athirah Boarding School Bone, hasil penelitian ini dapat mengungkapkan persepsi-persepsi mereka mengenai tong sampah lima warna, sehingga siswa lebih dapat memperoleh penerapan program yang diinginkan.

b.      Bagi guru Sekolah Islam Athirah Boarding School Bone, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai tanggapan-tanggapan siswa mengenai tong sampah lima warna guna sebagai intropeksi program agar program nantinya dapat diperbarui.

Kamis, 12 Mei 2016

Resensi Novel Terbaru Tere Liye 2016, 'Hujan'

Walau sudah banyak yang memosting resensi buku terbitan 2016 ini, penulis merasa tak apalah ikut memosting pula resensi novel terbaru tere-liye ini. Semoga membawa manfaat. Cekidot!

Pahit-Manis Hidup Lail di Masa Depan
Judul Buku : Hujan
Penulis : Tere Liye
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2016
ISBN : 978-602-03-2478-4
            Siapa yang tidak mengenal penulis nusantara, Tere Liye? Penulis berbakat yang karya-karyanya menjadi Best Seller Book serta  recommended bagi para penikmat sastra. Hebatnya, pria kelahiran 21 Mei ini adalah seorang akuntan yang hanya menjadikan menulis sebagai hobinya. Melalui hobinya tersebut tercipta mahakarya sederhana namun begitu nikmat ditelusuri kata-kata di tiap lembarnya.
Selain itu, karyanya yang penuh dengan pesan moral menjadikan karya perajut kata ini pantas ditransformasikan mejadikan audiovisual. Yah, diantara puluhan bukunya, beberapa telah diadopsi menjadi film. Seperti Hafalan Shalat Delisa, Moga Bunda Disayang Allah, Bidadari-Bidadari Surga dan lain sebagainya. Dan mungkin saja buku terbarunya ‘Hujan’ juga dapat melejit menjadi film yang manis sekaligus memukau.
Buku terbitan Januari 2016 ini mengambil latar masa depan. Seutuhnya dalam buku ini menceritakan kisah hidup dari seorang gadis yang menjadi sebatang kara karena bencana superdahsyat, Lail. Namun nasib baik menyertainya, dalam perkiraan masa depannya yang buruk, datanglah Esok, anak laki-laki yang hanya beda dua tahun dengan Lail. Mereka pun tanpa ikrar tanpa kontrak sudah menjadi sahabat yang erat. Dimana ada Lail di situ ada Esok. Beberapa tahun kedepan, barulah mereka mengetahui hubungan mereka lebih dari sekedar sahabat.
Namun akhirnya, Lail dan Esok harus berpisah karena suatu sebab. Esok diangkat menjadi anak oleh seorang walikota, sementara Lail harus menetap di suatu panti karena orang tua serta kerabat yang tiada. Kisah hidup Lail tidak begitu saja suram sejak berpisah dengan Esok, dengan kehadiran Maryam, hidup Lail menjadi lebih berwarna. Apalagi dengan kesibukannya di organisasi relawan membuatnya dapat menahan rasa rindu.
Konflik besar terjadi saat Lail mulai merasa cemburu dengan Claudya yang merupakan adik tiri Esok. Di akhir cerita saat bumi benar-benar mulai rusak, di saat hujan enggan kembali turun. Kesibukan Esok terungkap jua, selama ini ia mengerjakan proyek perahu raksasa untuk mengungsikan penduduk manusia terpilih agar manusia nantinya tidak punah akibat bencana besar berikutnya. Esok mempunyai dua tiket sebagai manusia terpilih. Lail berprasangka bahwa Esok pergi bersama  Claudya dengan kedua tiket tersebut, lantas meninggalkannya yang telah berkorban untuk cintanya.
Karena frustasi, Lail pun memutuskan menghapus ingatannya tentang Esok dengan pengobatan yag super mutakhir. Di ruangan pengobatan tersebutlah semua cerita tadi berawal. Cerita tadi kurang lebih adalah ingatan ulang dari Lail yang harus menceritakan kembali secara detail tentang hidupnya untuk menghapus sebagian memorinya. Esok tidak mengetahui hal tersebut. Esok baru mendapat kabar buruk itu setelah proses penghapusan memori itu hampir selesai dan tidak boleh dihentikan sedikitpun. Lantas apakah yang terjadi? Akankah Lail melupakan Esok?
Lalu dimana letak penjudulan ‘Hujan’? Penulis mengambil judul ‘Hujan’ karena setiap kejadian penting dari kisah hidup Lail selalu terjadi bersama dengan turunnya hujan, entah itu hujan gerimis, hujan air, hujan asam, atau bahkan hujan abu vulkanik. Selain menceritakan tentang perjuangan hidup Lail, buku ini bisa dikata dapat mencolek kepedulian kita dengan Bumi dan sikap kita dalam menanggapi hidup. Di dalam cerita terjadi bencana besar, setelah terjadi bencana besar, bukannya bersatu memperbaiki kerusankan bumi, penduduk bumi malah melonjak egoismenya. Hanya peduli dengan kepentingan daerah masing-masing. Akibatnya munculnya bencana baru. ‘Bumi tanpa hujan.’
Buku ini mengajarkan kebahagiaan yang sederhana dengan tanpa unsur menggurui. Penulis begitu lihai merangkai kata, indah dibaca. Dengan menggunakan latar campuran, novel ini tidak membuat bingung penulis. Dan yang paling menyenangkan ialah di ending cerita. Akhir cerita tidak terduga, memukau dan manis.

Mengenai kekurangan, sulit ditemukan nilai minus dari buku karya tangan emas ini. Akan tetapi sehubung dengan judul , ‘Hujan’, saya rasa akan lebih ngena judul tersebut bila di ending cerita, hujan turun menyertai kejadian penting  bagi Lail dan Esok tersebut. Namun terlepas dari itu, buku ini begitu lezat dilidah-lidah pembaca, ending-nya menggugah perasaan. Cocok untuk dibaca semua kalangan.

Jengkel dengan Jerawat? Hindari 4 Kebiasaan yang Memperburuk Jerawat

sumber:  barusip.blogspot.co.id Pemuda-pemudi tentu sangat mengenal yang namanya jerawat. Betapa tidak, sedikit dari kaum muda yang b...